Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2020

Membangun Mahligai

By: Gus Wim Kala jodoh sudah sampai di ujung hati Jangan pernah di lepas Walau sang kumbang bertebaran Nampak perkasa terlihat di aura jiwa Karena sesungguhnya Itu hanya fatamorgana sementara Namun jodoh itulah sejati Dari segala resah, gelisah, bahagia Dalam naungan kesempurnaan mahligai Bersabar Tabah menghadapi segala keadaan Itulah kunci dari mempertahankan mahligai keluarga Membangun mahligai Laksana membangun istana bahtera di lautan Kalau ada yang berlubang Segera di sulam Supaya bahtera tidak tenggelam di lautan lepas Membangun mahligai Tidak hanya sebatas kepercayaan Namun lebih jauh harus bisa memupuk Supaya berkembang dengan aura keharmonisan Walau terkadang hujan tak bersahabat Tetapi tetap sedia payung Sebelum hujan benar-benar menjadi air mata tanpa jeda Membangun mahligai Selalu ingat pada Sang Maha Kuasa Karena sesungguhNYA Kebahagiaan, kesedihan itu hanya sementara Namun jodoh adalah kehidupan sejati Sampai di ujung kehidupan di dunia

Membaca Puisimu

By: Gus Wim Saat  ku duduk Di sepanjang pinggir sungai waktu itu Kubuka lembaran kertas terserak bersama buku harianku Ada secercah kertas bertuliskan atas namamu Detak hati mulai merekam sebuah kata Bait puisi yang engkau tulis Lewat kertas putih dengan tinta hitam Mulai kuraba dari kata perkata Tentang raga yang dahaga akan rindu sebuah manja Tentang Sahabat yang dahaga akan sebuah pertemuan Engkau mulai bicara lewat puisimu Bila engkau rindu bunga mekar di depan kampus Engkau rindu tentang persahabatan tanpa sekat keadaan Sungguh aku mengenal puisimu Begitu kuat melukiskan sebuah kata Sampai aku hanyut dalam rengkuhan sebuah bahasamu Kubaca puisimu Ku mulai merekam sebuah rasa makna Tentang kerinduan persahabatan Tentang ribuan hari yang tertulis sebuah keadaan Sungguh aku larut dalam alunan bahasamu Penuh dengan intonasi kuat sebuah hati Sampai tak terasa air mata Mulai berkaca-kaca Saat kau tulis puisi Tentang rembulan yang tak pernah bertemu dengan ma

Jangan Bermain Hati

By: Gus Wim Matahari masih terbit dari timur Matahati masih tenggelam di ujung barat Rembulan masih terang di sepanjang malam Kaki masih berpijak di bumi Nusantara Beratapkan langit biru Sebiru hati saat bahagia Namun hati cepat berubah Tidak seperti rembulan dan matahari Tetap sama dalam naungan rotasi alam Hati memang berbeda Dapat berubah dengan cepat Kadang luka dan kadang lebih menderita Abaikan saja semua itu Karena itu hanya sementara Tak ada yang abadi Semua berotasi dengan keadaan Penuh dengan fatamorgana perubahan Jangan bermain hati Karena hati itu laksana air Dingin tapi bisa menghujam lebih dahsyat di banding ribuan pisau Jangan bermain hati Apalagi mempermainkan hati seseorang yang mencintaimu Karena sesungguhnya Itu kebodohan terbesar sepanjang nafasmu Kabut dingin Masih menyilimuti malam gulita Mengais sisa-sisa penampakan alam Sementara hati tetap mengharap Keadaan yang tak menentu Anggap saja itu hiasan hidup Berjalan bersama naluri